Senin, 31 Agustus 2009

2nd Lady

Bukankah dahulu
Kita pernah ...
Bermimpi tentang keinginan yang sama
Pernah berkata ...
Mungkin suatu saat
Akan memimpikan kembali masa-masa ini
Akan kembali teringat dan mengenangnya
Atau mungkin berharap kembali mengulang
Semuanya dari awal dan menutupnya
Dengan senyuman
Kau datang kembali
Disaat sepiku tak terasa lagi
Disaat kesendirianku penuh tawa
Dan disaat mentari telah benar tenggelam
Apa dan bagaimana harus aku buat
Untuk jadikanmu
Kemana lagi harus kuhilangkan
Segala rasa yang tak pernah benar-benar sirna
Sedang aku tau
Segala yang pernah ada akan slalu ada
Sedang dia mengerti
Kau adalah bagian masa laluku
Untuk penghabisan yang tak sempat aku kata
Hanya kata "Maaf" untukmu
Untuk sebuah penantian yang lama
Dan untuk sebuah keputusasaanku.

Jumat, 28 Agustus 2009

Masih Tentang Dia

Masih menunggumu ...
Masih tetap tak peduli
Banyak yang datang dan berlalu
Banyak yang telah pergi dan tak kembali
Satu yang selalu kuingat
Masih tentang dia ...
yang pernah jadikan banyak cerita
yang pernah buatkan aku ukiran hati
yang pernah luangkan banyak waktu
Diketika hariku penuh dengan sepi
Ada-nya selalu jadikanku begitu berarti
Dia yang hadir diakhir, saat kutunggu
Tak datang ...
Tak kembali dan tak lagi kulihat
Guratan raut yang begitu kukenal
yang dulu kerap kuakrabi
Mungkin terlalu dalam luka diketika itu
Mungkin teramat perih ungkapan kataku
Hingga hari ini pergimu tak pernah kutau
Kemana dan mengapa
Di, kata maafku mungkin tak pernah cukup
Kenangan kita mungkin tak pernah ada apapun
Untukmu ...
Dan Episode yang lewat mungkin telah kau lupa
Namun, masih tetap ada yang tertinggal
Dari sisa hari hingga kini
Kenangan tentang danau abu-abu
Tentang cahaya matahari pagi dan senja
Dan tentang kegelapan malam nan sepi
Ingatkah kau ....
Saat Terakhir bersamaku
Malam itu
Saat bersandar diberanda rumah
Saat kau kata tentang semua rasa ... padaku
Di, malam ini adalah malam itu
Kala tanyamu kugantung diangkasa
Kala jawabku tak pernah kukata
Aku terkenang kini disini dan malam ini
Untukmu, hanya untukmu seorang

Selasa, 25 Agustus 2009

Tentangnya

Ketika gelap datang
Menutupi separuh senja
Kembali terkenang aku padanya
Pada segala yang pernah tercipta
Dan ada dibatasan hening jiwa
Tentang Keluguannya ...
Tentang Keteduhan yang kurasa..
Saat bersamanya
Kini, disini
Kembali kurasa apa yang pernah ada
Segala yang pernah kumiiki
Semua yang pernah buatku terpesona
Pada apa yang jadikan segala rasa itu ada
Kepada siapa yang pernah aku titipkan
separuh jiwaku, Separuh keluh kesahku
Kini semuanya hanya dapat kurangkai
dalam kalbu, tanpa seorangpun tau
Dia...
Masih tentang dia
Masih tak pernah tergantikan
Masih tetap tersimpan dengan rapi
Dibatasan hari yang sepi
Senja berganti gelap
Dunia mengkelam, begitu pekat
Masih tetap disini untuknya
Untuk separuh kenangan yang telah ada
Untuk genapi segala sisanya
Untuk sebuah kesudahan kisah tentangnya
Dan akhir dari sebuah penantian

Minggu, 17 Mei 2009

WWS

Bukankah kita sering menipu diri sendiri
Memenangkan yang tak pernah seharusnya
Berapakah lagi sisa waktu yang kudapat
untuk kembali menemui-Mu
Di-awal batasan yang dulu sering kutunggu
yang kerap terisi dengan riang alunan tembang
saat lembayung matahari sendu menatap hari
Kapankah dapat kembali kuisi dengan utuh
Lembaran surat yang dulu pernah Kau beri
Padaku disaat terakhir, pergimu yang kutahu
tak menyisakan sepatahpun kata tentang apapun
Kemana dan dimana kini Harus kutunggu Kau
Ditempat dahulu 'kah ?. Sedang aku tak lagi tahu
Jalan menujunya.
Tak ada lagi yang tersisa, sejak ketika itu
bahkan lambaranmupun telah lusuh
tetapi tak pernah kuisi apapun padanya,
ia tetap kosong.

Rabu, 17 Desember 2008

Wanita

ada Masihkah ???
Dalam hamparan terang yang pekat
Dapat kujumpai sosok itu
Wanita berhati Ibu
Yang akan temaniku
Yang akan sertaiku
Yang miliki kesetiaan sang Surya
Yang punyai hati sebening embun
Yang kuatkanku saat aku jatuh
Dimana lagi dia dapat kutemukan
Dimimpiku kemarin pernah kudapati
Diwaktu tak bersuara
Penuh dengan keheningan
Aku pernah bersamanya
Tapi ternyata ...
Waktu begitu singkat kurasa
Tautkan hati kami
Aku melihatnya kini
Ia tetap disini
Bersamaku, tapi
Satu yang hilang
Satu yang mungkin tak 'kan datang
Yang tak akan pernah kembali
Rasa yang tak pernah lagi kurasa
Yang dulu penuh dengan bunga
Haruskah kucari hati lain
Wanita berhati Ibu yang lain
Sedang aku tak lagi sendiri

Kamis, 06 November 2008

Waktu .-.-

Waktu menorehkan luka
Menusukan duka juga bisa
Dalam begitu dalam tak berdasar
Memburu hingga membiru penawar rasa sesak
Menampik hingga tercekik sua cintamu
Dosaku menggunung begitu agung
Tak terkikis habis apapun kubuat
Esa menerkam relung kalbu
Begitu sendiri menyunyikan rona luka
Dibalik bayang-bayang kegamangan
Berlipat-lipat rasa sesal tentang tragedi
Saat malam datang menghantarku pada gelap
Kau yang melukiskan isi malam bersamaku
Kau jualah yang membasuh potretku
Angan dan mimpi nun bercela dan bernoda
Tentang esok dan lusa serta masa tanpa asa
CACING…
Aku menggelepar dan terpanggang tanpa tirta
‘tuk basuh lukaku, mengobati jeritan dan tangis
Kau mengagung seolah lupa pada kisah awal jumpa
Ketika saat kuusap peluh yang menenggelamkanmu
Ketika saat kuiringi langkahmu pada bintang gemerlap
Begitu banyak Alpa yang kau tak lagi ingat
Teramat banyak dosa yang tak lagi kau kenang
Berlari begitu cepat hingga tak dapat terlihat
Tinggalkanku
Tinggalkan kepingan mimpi tentang lusa
Dosa juga noda
Hariku dirundung duka

....

Dibumi bagian manakah ?
Yang tak pernah kau temui
Mendung menyelimuti angkasa sunyi
Ranting bertunas, tua dan tak lagi berjiwa
Lepas merunduk dan rata
Menutup hingga lembaran terujungpun
Tak pernah menyisakan akhir sisa
Menanti, menunggu hingga penghabisan masa
Meresahkan kemarau panjang didosa
Mungkin episode empat waktu yang terona
Menjadikanmu pengagum gemerlapan sang raja
Juga membiaskan semua kerinduanmu
Pada yang telah lama membatu
Entahlah rinduku mungkin tak sampai
Ketika menjemput mimpi tersuci

Rasa

Luluh lantak pernah hancurkan segala yang kupunya
Dalam kenangan yang menghanguskan sisa harapan
Ketika akhir penentuan dipenghabisan malam
Terasa begitu panjang jalan-jalan menuju kekalahan
Padahal diujung segalanya adalah kematian
Menghancurkanku tanpa menyisakan titik-titik kehidupan
Matahari menyinari separuh senja kepada hening jiwa
Entah telah berapa purnama terlewat ditepi jalan berbaring
Mungkin tiga atau empat lamanya menunggu penghakiman
Untuk dapat kepastian hidup yang teramat indah
Teramat cantik untuk menyiakannya dalam kegetiran
Rindu pada ibu, pada ayah dan pada semua yang menyapa
Pada rembulan malam, pada mentari pagi dan pada hari
Yang mengadakan sosok penuh luka digelap itu

Dia ...

Senja hari saat menunggumu pulang
Saat bayang mentari beranjak menghilang
Ketika itu teramat tergesa untuk memulai
Aku, kau dan semua yang megiringi berjalan besama
Susuri jalan menuju perhentian, namun
Langkahmu perlahan menjadi samar
Aku tetap menunggumu, hingga entah kapan
Berharap dapat kembali terulang semuanya
Saat-saat yang begitu indah
Ketika waktu malam datang
Dan menghantarku pulang
Seharusnya aku tau pergimu tak akan pernah kembali

Senin, 30 Juni 2008

Tak berasa telah begitu jauh melangkah
Menapaki setiap tapak-tapak kaki
Susuri tiap lorong waktu
Begitu banyak sudah kucobai segalanya
Ternyata …
Tak pernah kusadari
Bahwa tak pernah aku melangkah sedikitpun
Bahwa tak dapat apapun dari setiap yang kualami
Dua delapan …
Berapakah lagi sisaku
Banyakkah masih yang kupunya
Untuk rajut kembali cerita hidupku
Dapatkah masih aku kembali padanya
Diketika hari-hariku penuh warna
Entahlah …
Dari mana aku harus memulainya
Kesenangan-ku bersenja-senja ditepi telaga
Kala Sang surya beranjak perlahan
Tinggalkan lembar hari warna warni
Menatap bayang keemasan pada riak air beriak
Dahulu kala begitu masih belia
Pernah terukir kenangan di-batasan harinya
Bersamaku dia yang telah begitu jauh kini
Betapa aku ingin bertemunya
Bersamanya kembali bernostalgia
Tentang hari, tentang indahnya kebersamaan dulu
Tentang apapun yang menjadikanku s’lalu bermimpi
Tentang segala yang membuatku kerap teringat padanya
Pada untaian rambutnya yang terurai keemasan, bak mentari
Pada tatapan matanya nan teduh bagai senja hari
Pada tawanya, pada candanya pada kesedihannya, dan
Kepada apapun yang ia miliki dibatasan kesendiriannya

Sahabat !!!!

Dia sahabatku ……
Masih tetap sahabatku, hingga kini
Seseorang yang membawa tawa kala hati nelangsa
Yang menerimaku apa adanya kala penuh luka
Kemarin ia bercerita padaku …
Hatinya tengah gundah
Ia kini menjadi pelarian, menjadi yang diburu
Membawa barang haram, tertangkap tangan
Terus berlari ia, hingga kini tanpa arah
Istri dan anaknya terlupakan, terabaikan
Dan tak lagi kini dapat bercanda bersama keluarga
Seperti yang kerap kulihat ketika bertamu
Beberapa waktu sering ia menghubungiku
Bercerita tentang dosanya, tentang penyesalannya
Dan tentang apapun yang membuatnya tak berdaya
Aku terharu
Tapi apa yang dapat kubuat
Dia masih tetap sahabatku, hingga kini
Tak tergantikan, meski lembar hidupnya
T’lah separuh menghitam kelam
Hanya sepenggal Doa kala hendak terlelap
Yang bisa kuuntai untukmu, Sahabatku
Untuk penghujung hari yang mungkin akan kau temui
Tetaplah berteguh dengan keyakinanmu
Agar kelak dapat bertemu dengan indahnya hari
Meski tanpa lagi ditemani sang Mentari
Begitu terasa sepi
Begitu terasa hampa mendalam
Disaat-saat malam menjelang fajar
Aku sendiri, seorang diri kini
Kasihku pergi tinggalkan keping hati tak berupa
Masihkah ada ingatannya untukku
Berapakah sisaku untuk kembali bertemunya
Apa dapat kembali berbentuk segalanya
Segala yang telah terberai
Dengan apa, dengan cara apa
Dengan rupa apa aku dapat menatanya

Rabu, 30 April 2008

UNTUK PAPA …

Andai kau ada disini …
Mungkin tak akan sesepi ini, tak’kan senelangsa ini
Ada kau disini, menemaniku, menemani hariku
Berbagi cerita hidup yang telah begitu kau rasa
Ada tempatku untuk berkata-kata dan bertanya
Betapa aku rindu padamu
Betapa aku sesali semuanya tentang kemarin
Jika mungkin dapat kuulang semuanya
Aku mau tak pernah terlahir dan memanggilmu Papa
Tak pantas rasanya kata itu untukmu
Terlalu begitu sederhana, terlalu murah kata itu untukmu
Untuk semua yang telah kau berikan untukku, Anakmu
Anak yang tak pernah dapat membuatmu bangga
Yang tak dapat memberikan apapun untuk akhir sisa harimu
Sejak kau pergi …
Tak pernah sekalipun kau datang padaku
Pada setiap akhir tidur lelapku, pada mimpi malamku
Kepada apapun yang pernah menjadikanku begitu berharap
Untuk akhir kata ini
Hanya sepotong DOA dan kata maaf tak berbatas
Untuk penghujung hari yang aku telah lalui

???

Pernah malam-malam merenung sendiri
susuri hari, susuri jejak-jejak mengkelam
coba menemukan arti apa yang terpendam
didalam setiap relung hati manusia
menatap sisi lain dari hati nurani
keserakahan menutupi setengahnya
iri hati melingkupi seperempat bagian
dan ...
tak tau malu melingkupi sisanya
inikah Indonesia-KU ?
beginikah wajahnya sekarang
penuh luka berdarah-darah tak terobati
menebar bau yang semakin terendus
Pernah kutanya dalam hati
masih adakah pemimpin adil terlahir di-Bumiku ini
masih adakah pelayan masyarakat tanpa suap
bisakah kejayaan Indonesia masa lalu terulang
manusia dinegriku berlomba-lomba mencapai tahta
mendaki setinggi-tingginya hingga puncak teratas
dengan jutaan kata manis dan rayuan
bahkan pegangan hidupnya-pun digadaikan
ketika tiba, ia lupa pada apa yang menjadikannya
pada siapa ia mesti berkaca dan berkata-kata
oh, sungguh kasihan manusia itu
dari negeri jauh tak tersentuh
aku semakin terenyuh
(Negeriku Semakin Menghilang)

Untukmu

Malam-malam dikotamu, aku menunggu
hingga tak terasa lelah
hingga tak berbentuk rupa
menantimu, mengharap kembali menatapmu
menyaksikan keindahan yang dulu pernah ada
dan kerap mengisi hari, menanti senja bergulir
Diam terpaku disini, Sendiri
tanpa apapun, tanpa patahan kata dan senandung
aku resah, menanti lamanya waktu
berapakah banyak lagi harus kuhitung jumlahnya
berapakah banyaknya lagi waktuku tersisa
sebelum aku menutup mata
pergi selamanya dan tak akan lagi pernah kembali
untuk sedikit sisa waktuku, masihkah boleh
Aku berharap kembali menjumpaimu untuk akhir
untuk akhir sebuah kisah
yang waktu itu tak sempat kututup rapi
yang ketika itu Maafku tak sempat terucap untukmu

Andai

Andaikan cerita itu dapat kurangkai lagi
Ingin rasanya kembali berlama-lama bersamamu
Nikmati hembusan angin malam diberanda
Menikmati rangkaian cerita harimu
Menatap beningnya bola matamu
Kala senyum merebak disudut bibirmu
Betapa begitu cepatnya hari membawaku
Mengantarku kepintu senja
Tak terasa malam telah terlalu tinggi
Untuk lagi dengarkan kisahku ini
Adakah sisa lima atau enam bait lagi
Yang dapat kurangkaikan untuk sebuah akhir
Untuk penghabisan tanpa apapun
Tanpa kata-kata kembali
Oh …

Rabu, 23 April 2008

......

Resah itu datang kembali
menghampiri keteduhan yang sempat kumiliki
menghampiri cercahan bahagia dalam sekejap
lunglai bagai tak berisi menuju yang tak pasti
siapa yang telah menumpahkan benci dalam kalbu
serupa apakah dirinya ?
hingga cahayamu tak jua dapat bersinar
hingga kepastian tak dapat mencairkan kebekuan
ataukah ada yang masih tertinggal dalam benak
sesuatu yang tak pernah terasa olehku
diketika kebersamaan merajut benang kasih berlalu
sebening embunkah rautnya ?
hingga alpaku terlalu banyak untuk terhapus
hingga dosaku begitu tak dapat kau hitung, dan
hingga sepenggal maafku kau gantung diruang hampa
Kau pertama yang pernah penuh mengisi diamku
juga menghiasi kesunyian hari-hari ketika beranjak
Untuk resah yang hingga kini masih terasa
kulantunkan kata MAAF terakhirku untukmu
adakah jalan yang harus dilalui sebagai tebusan
bisakah kenangan itu kita rajut ulang
untuk mengganti untaian yang pernah terputus
sesal bagaimana yang harus kukata agar kau menatapku
untaian kalimat seperti apa yang harus kuucapkan padamu
agar kepingan-kepingan hari kita dapat tersusun rapi kembali
untuk kita dan dirinya

Tanya

kenangan terakhirku akanmu
adalah tentang mimpi kita yang tak berujung
mimpi tentang kebersamaan kita yang akan abadi
namun, ternyata ...
mereka tak sejalan dengan kita
banyak alasan yang terucap, banyak cela yang mengalir
norma, adab dan agama dijadikan alasan
menentang segala rasa yang telah terpatri mati
dihati kita, aku kalah
aku mengalah dan perlahan menjauh
mengapa waktu itu akupun tak tau
mengapa aku menjauh meninggalkanmu sendiri
melepasmu tanpa aku tau apa yang terjadi
tanpa kata apapun, tanpa maaf yang kukata
aku gamang untuk beberapa waktu
dan kemudian tersadar apa yang terjadi
tetapi semuanya sudah terlambat, aku menyesal
saat kulihat dan kucari bayangmu tak lagi tergambar
kau telah pergi jauh meninggalkan tempatku
tempat dimana dua tahun rangkaian cerita indah tercipta
tentang kebersamaan, tentang janji kesetiaan
dan ...
tentang masa depan
tanpa sepatah kata dan salam perpisahan
pergi meninggalkanku dengan sangat jauh
membawa sakit dan rasa kecewa mendalam
Irma, gadisku.Gadis yang pernah membuatku
begitu sangat berarti, yang pernah membuatku merasa
menjadi manusia sebenarnya, tanpa bayang-bayang

Gamang

Mengapa waktu
adakah kau tau apa yang membuatku
apa yang menjadikanku ada
meciptaku dalam ketidak-berdayaan
menyisihkan-ku dalam ambang kehancuran
mencobaku dalam batas yang kurasa tak mungkin
membantai rasa yang kumiliki tentang mimpi esok
bergulung-gulung semua menghampiriku
tanpa ada satupun yang dapat kufahami
adakah artiku dalammu
adakah risau yang lama nian kusimpan
dapat kuhapuskan dari jejak tertinggal
dari untaian-untaian rasa yang menyesakan
dimana dapat kutemui
penawar luka hati tak terperi
dimana dapat kujumpai
untaian kalimat sakti nan menyejukan hati
akankah masih cerita lalu dapat kuhapus
sedang kutau dendam padanya tak mungkin sirna
dendam pada keangkuhannya, pada rasanya
pada semua yang pernah membuatku terpaku
pada semua yang telah merampas mimpiku
padamu yang menjadikanku

Ragu

jika esok masih tersisa setitik rasa
yang dahulu selalu menghiasi ruang kalbu
adakah orang terkasih itu serupa jua
atau jika lusa masih tersisa sedikit kerinduan
pada apa yang diketika pertama ber-sua
masihkah engkau dapat menyaksikan rasa itu
padanya...
pada waktu yang telah kau torehkan titik-titik luka
pada hamparan-hamparan kalbu yang telah membeku
pada rintihan malam yang telah tak kau hiraukan
pada tumpukan benci yang menggunung
dan ...
pada apapun tentangmu yang membuatnya
tak ingin menoleh ketika kau berteriak memanggilnya
tak ingin menyapa ketika waktu mempertemukan
juga yang kini tak lagi menyisakan sedikitpun maaf
Aku ...
adalah manusia itu
manusia yang pernah memberimu jutaan mimpi indah
manusia yang pernah memberimu kata maaf tak berbatas
manusia yang dahulu selalu melihat ketika kau tertidur
dan Aku adalah manusia yang pernah kau lihat
dibatas mimpi malammu ketika gelap turun menghampiri

UNTUK GADIS DARI MASA LALU

Kuingat, dahulu yang begitu indah bersamamu
kenangan tanpa tepi didanau Witana yang teduh
menggenggam tanganmu, beriringan berjalan penuh rasa
walau tak abadi kebersamaan itu
Namun, aku salalu mengenangnya
mengenang saat-saat bersamamu, mungkinkah ?
kebersamaan itu kaupun mengingatnya
masihkah mungkin kita mengulang kembali
nostalgia masa-masa SMA kita
diketika kita masih begitu belia
masih mungkinkah aku kembali menatap rautmu ?
masihkah aku dapat menyaksikan keindahan itu
yang waktu dulu tak pernah kusadari
kini, disini
baru kusadari apa yang dulu pernah kumiliki dan hilang
yang perlahan menjauh dan semakin jauh
Hatimu, hati yang tak pernah aku fahami saat itu
hati yang benar tulus mencintaiku tanpa cela
pada siapa saat ini ...
harus kutanyakan, harus kubawa rasa sesal
pada apa...
boleh kutumpahkan kerinduanku ini
mengapa ....
hanya diketika malam-malam seperti ini
bayangmu hadir menjemputku

Resah

Waktu, bolehkah aku menitipkan separuh resahku
pada punggungmu yang berkilau keemasan memukau
pada temaram-mu dikala mendung datang menghampiri
pada apapun yang menyertaimu diketika ini
bolehkah pula kutitipkan separuh lelah-letihku
diawal menyusurimu dalam ketidak-pastian yang paku
masihkah boleh, masihkah ada kau menyucikan harimu untukku
untuk serpihan lukaku, untuk segaris luka teriris yang terasa
dan untuk akhir sebuah perjalananmu dan aku