Kamis, 06 November 2008

Waktu .-.-

Waktu menorehkan luka
Menusukan duka juga bisa
Dalam begitu dalam tak berdasar
Memburu hingga membiru penawar rasa sesak
Menampik hingga tercekik sua cintamu
Dosaku menggunung begitu agung
Tak terkikis habis apapun kubuat
Esa menerkam relung kalbu
Begitu sendiri menyunyikan rona luka
Dibalik bayang-bayang kegamangan
Berlipat-lipat rasa sesal tentang tragedi
Saat malam datang menghantarku pada gelap
Kau yang melukiskan isi malam bersamaku
Kau jualah yang membasuh potretku
Angan dan mimpi nun bercela dan bernoda
Tentang esok dan lusa serta masa tanpa asa
CACING…
Aku menggelepar dan terpanggang tanpa tirta
‘tuk basuh lukaku, mengobati jeritan dan tangis
Kau mengagung seolah lupa pada kisah awal jumpa
Ketika saat kuusap peluh yang menenggelamkanmu
Ketika saat kuiringi langkahmu pada bintang gemerlap
Begitu banyak Alpa yang kau tak lagi ingat
Teramat banyak dosa yang tak lagi kau kenang
Berlari begitu cepat hingga tak dapat terlihat
Tinggalkanku
Tinggalkan kepingan mimpi tentang lusa
Dosa juga noda
Hariku dirundung duka

....

Dibumi bagian manakah ?
Yang tak pernah kau temui
Mendung menyelimuti angkasa sunyi
Ranting bertunas, tua dan tak lagi berjiwa
Lepas merunduk dan rata
Menutup hingga lembaran terujungpun
Tak pernah menyisakan akhir sisa
Menanti, menunggu hingga penghabisan masa
Meresahkan kemarau panjang didosa
Mungkin episode empat waktu yang terona
Menjadikanmu pengagum gemerlapan sang raja
Juga membiaskan semua kerinduanmu
Pada yang telah lama membatu
Entahlah rinduku mungkin tak sampai
Ketika menjemput mimpi tersuci

Rasa

Luluh lantak pernah hancurkan segala yang kupunya
Dalam kenangan yang menghanguskan sisa harapan
Ketika akhir penentuan dipenghabisan malam
Terasa begitu panjang jalan-jalan menuju kekalahan
Padahal diujung segalanya adalah kematian
Menghancurkanku tanpa menyisakan titik-titik kehidupan
Matahari menyinari separuh senja kepada hening jiwa
Entah telah berapa purnama terlewat ditepi jalan berbaring
Mungkin tiga atau empat lamanya menunggu penghakiman
Untuk dapat kepastian hidup yang teramat indah
Teramat cantik untuk menyiakannya dalam kegetiran
Rindu pada ibu, pada ayah dan pada semua yang menyapa
Pada rembulan malam, pada mentari pagi dan pada hari
Yang mengadakan sosok penuh luka digelap itu

Dia ...

Senja hari saat menunggumu pulang
Saat bayang mentari beranjak menghilang
Ketika itu teramat tergesa untuk memulai
Aku, kau dan semua yang megiringi berjalan besama
Susuri jalan menuju perhentian, namun
Langkahmu perlahan menjadi samar
Aku tetap menunggumu, hingga entah kapan
Berharap dapat kembali terulang semuanya
Saat-saat yang begitu indah
Ketika waktu malam datang
Dan menghantarku pulang
Seharusnya aku tau pergimu tak akan pernah kembali