Rabu, 30 April 2008

UNTUK PAPA …

Andai kau ada disini …
Mungkin tak akan sesepi ini, tak’kan senelangsa ini
Ada kau disini, menemaniku, menemani hariku
Berbagi cerita hidup yang telah begitu kau rasa
Ada tempatku untuk berkata-kata dan bertanya
Betapa aku rindu padamu
Betapa aku sesali semuanya tentang kemarin
Jika mungkin dapat kuulang semuanya
Aku mau tak pernah terlahir dan memanggilmu Papa
Tak pantas rasanya kata itu untukmu
Terlalu begitu sederhana, terlalu murah kata itu untukmu
Untuk semua yang telah kau berikan untukku, Anakmu
Anak yang tak pernah dapat membuatmu bangga
Yang tak dapat memberikan apapun untuk akhir sisa harimu
Sejak kau pergi …
Tak pernah sekalipun kau datang padaku
Pada setiap akhir tidur lelapku, pada mimpi malamku
Kepada apapun yang pernah menjadikanku begitu berharap
Untuk akhir kata ini
Hanya sepotong DOA dan kata maaf tak berbatas
Untuk penghujung hari yang aku telah lalui

???

Pernah malam-malam merenung sendiri
susuri hari, susuri jejak-jejak mengkelam
coba menemukan arti apa yang terpendam
didalam setiap relung hati manusia
menatap sisi lain dari hati nurani
keserakahan menutupi setengahnya
iri hati melingkupi seperempat bagian
dan ...
tak tau malu melingkupi sisanya
inikah Indonesia-KU ?
beginikah wajahnya sekarang
penuh luka berdarah-darah tak terobati
menebar bau yang semakin terendus
Pernah kutanya dalam hati
masih adakah pemimpin adil terlahir di-Bumiku ini
masih adakah pelayan masyarakat tanpa suap
bisakah kejayaan Indonesia masa lalu terulang
manusia dinegriku berlomba-lomba mencapai tahta
mendaki setinggi-tingginya hingga puncak teratas
dengan jutaan kata manis dan rayuan
bahkan pegangan hidupnya-pun digadaikan
ketika tiba, ia lupa pada apa yang menjadikannya
pada siapa ia mesti berkaca dan berkata-kata
oh, sungguh kasihan manusia itu
dari negeri jauh tak tersentuh
aku semakin terenyuh
(Negeriku Semakin Menghilang)

Untukmu

Malam-malam dikotamu, aku menunggu
hingga tak terasa lelah
hingga tak berbentuk rupa
menantimu, mengharap kembali menatapmu
menyaksikan keindahan yang dulu pernah ada
dan kerap mengisi hari, menanti senja bergulir
Diam terpaku disini, Sendiri
tanpa apapun, tanpa patahan kata dan senandung
aku resah, menanti lamanya waktu
berapakah banyak lagi harus kuhitung jumlahnya
berapakah banyaknya lagi waktuku tersisa
sebelum aku menutup mata
pergi selamanya dan tak akan lagi pernah kembali
untuk sedikit sisa waktuku, masihkah boleh
Aku berharap kembali menjumpaimu untuk akhir
untuk akhir sebuah kisah
yang waktu itu tak sempat kututup rapi
yang ketika itu Maafku tak sempat terucap untukmu

Andai

Andaikan cerita itu dapat kurangkai lagi
Ingin rasanya kembali berlama-lama bersamamu
Nikmati hembusan angin malam diberanda
Menikmati rangkaian cerita harimu
Menatap beningnya bola matamu
Kala senyum merebak disudut bibirmu
Betapa begitu cepatnya hari membawaku
Mengantarku kepintu senja
Tak terasa malam telah terlalu tinggi
Untuk lagi dengarkan kisahku ini
Adakah sisa lima atau enam bait lagi
Yang dapat kurangkaikan untuk sebuah akhir
Untuk penghabisan tanpa apapun
Tanpa kata-kata kembali
Oh …

Rabu, 23 April 2008

......

Resah itu datang kembali
menghampiri keteduhan yang sempat kumiliki
menghampiri cercahan bahagia dalam sekejap
lunglai bagai tak berisi menuju yang tak pasti
siapa yang telah menumpahkan benci dalam kalbu
serupa apakah dirinya ?
hingga cahayamu tak jua dapat bersinar
hingga kepastian tak dapat mencairkan kebekuan
ataukah ada yang masih tertinggal dalam benak
sesuatu yang tak pernah terasa olehku
diketika kebersamaan merajut benang kasih berlalu
sebening embunkah rautnya ?
hingga alpaku terlalu banyak untuk terhapus
hingga dosaku begitu tak dapat kau hitung, dan
hingga sepenggal maafku kau gantung diruang hampa
Kau pertama yang pernah penuh mengisi diamku
juga menghiasi kesunyian hari-hari ketika beranjak
Untuk resah yang hingga kini masih terasa
kulantunkan kata MAAF terakhirku untukmu
adakah jalan yang harus dilalui sebagai tebusan
bisakah kenangan itu kita rajut ulang
untuk mengganti untaian yang pernah terputus
sesal bagaimana yang harus kukata agar kau menatapku
untaian kalimat seperti apa yang harus kuucapkan padamu
agar kepingan-kepingan hari kita dapat tersusun rapi kembali
untuk kita dan dirinya

Tanya

kenangan terakhirku akanmu
adalah tentang mimpi kita yang tak berujung
mimpi tentang kebersamaan kita yang akan abadi
namun, ternyata ...
mereka tak sejalan dengan kita
banyak alasan yang terucap, banyak cela yang mengalir
norma, adab dan agama dijadikan alasan
menentang segala rasa yang telah terpatri mati
dihati kita, aku kalah
aku mengalah dan perlahan menjauh
mengapa waktu itu akupun tak tau
mengapa aku menjauh meninggalkanmu sendiri
melepasmu tanpa aku tau apa yang terjadi
tanpa kata apapun, tanpa maaf yang kukata
aku gamang untuk beberapa waktu
dan kemudian tersadar apa yang terjadi
tetapi semuanya sudah terlambat, aku menyesal
saat kulihat dan kucari bayangmu tak lagi tergambar
kau telah pergi jauh meninggalkan tempatku
tempat dimana dua tahun rangkaian cerita indah tercipta
tentang kebersamaan, tentang janji kesetiaan
dan ...
tentang masa depan
tanpa sepatah kata dan salam perpisahan
pergi meninggalkanku dengan sangat jauh
membawa sakit dan rasa kecewa mendalam
Irma, gadisku.Gadis yang pernah membuatku
begitu sangat berarti, yang pernah membuatku merasa
menjadi manusia sebenarnya, tanpa bayang-bayang

Gamang

Mengapa waktu
adakah kau tau apa yang membuatku
apa yang menjadikanku ada
meciptaku dalam ketidak-berdayaan
menyisihkan-ku dalam ambang kehancuran
mencobaku dalam batas yang kurasa tak mungkin
membantai rasa yang kumiliki tentang mimpi esok
bergulung-gulung semua menghampiriku
tanpa ada satupun yang dapat kufahami
adakah artiku dalammu
adakah risau yang lama nian kusimpan
dapat kuhapuskan dari jejak tertinggal
dari untaian-untaian rasa yang menyesakan
dimana dapat kutemui
penawar luka hati tak terperi
dimana dapat kujumpai
untaian kalimat sakti nan menyejukan hati
akankah masih cerita lalu dapat kuhapus
sedang kutau dendam padanya tak mungkin sirna
dendam pada keangkuhannya, pada rasanya
pada semua yang pernah membuatku terpaku
pada semua yang telah merampas mimpiku
padamu yang menjadikanku

Ragu

jika esok masih tersisa setitik rasa
yang dahulu selalu menghiasi ruang kalbu
adakah orang terkasih itu serupa jua
atau jika lusa masih tersisa sedikit kerinduan
pada apa yang diketika pertama ber-sua
masihkah engkau dapat menyaksikan rasa itu
padanya...
pada waktu yang telah kau torehkan titik-titik luka
pada hamparan-hamparan kalbu yang telah membeku
pada rintihan malam yang telah tak kau hiraukan
pada tumpukan benci yang menggunung
dan ...
pada apapun tentangmu yang membuatnya
tak ingin menoleh ketika kau berteriak memanggilnya
tak ingin menyapa ketika waktu mempertemukan
juga yang kini tak lagi menyisakan sedikitpun maaf
Aku ...
adalah manusia itu
manusia yang pernah memberimu jutaan mimpi indah
manusia yang pernah memberimu kata maaf tak berbatas
manusia yang dahulu selalu melihat ketika kau tertidur
dan Aku adalah manusia yang pernah kau lihat
dibatas mimpi malammu ketika gelap turun menghampiri

UNTUK GADIS DARI MASA LALU

Kuingat, dahulu yang begitu indah bersamamu
kenangan tanpa tepi didanau Witana yang teduh
menggenggam tanganmu, beriringan berjalan penuh rasa
walau tak abadi kebersamaan itu
Namun, aku salalu mengenangnya
mengenang saat-saat bersamamu, mungkinkah ?
kebersamaan itu kaupun mengingatnya
masihkah mungkin kita mengulang kembali
nostalgia masa-masa SMA kita
diketika kita masih begitu belia
masih mungkinkah aku kembali menatap rautmu ?
masihkah aku dapat menyaksikan keindahan itu
yang waktu dulu tak pernah kusadari
kini, disini
baru kusadari apa yang dulu pernah kumiliki dan hilang
yang perlahan menjauh dan semakin jauh
Hatimu, hati yang tak pernah aku fahami saat itu
hati yang benar tulus mencintaiku tanpa cela
pada siapa saat ini ...
harus kutanyakan, harus kubawa rasa sesal
pada apa...
boleh kutumpahkan kerinduanku ini
mengapa ....
hanya diketika malam-malam seperti ini
bayangmu hadir menjemputku

Resah

Waktu, bolehkah aku menitipkan separuh resahku
pada punggungmu yang berkilau keemasan memukau
pada temaram-mu dikala mendung datang menghampiri
pada apapun yang menyertaimu diketika ini
bolehkah pula kutitipkan separuh lelah-letihku
diawal menyusurimu dalam ketidak-pastian yang paku
masihkah boleh, masihkah ada kau menyucikan harimu untukku
untuk serpihan lukaku, untuk segaris luka teriris yang terasa
dan untuk akhir sebuah perjalananmu dan aku